Menghargai Pahlawan dalam Lembaran Uang
Menghargai Pahlawan dalam Lembaran Uang
Hampir setiap hari kita menggunakan uang sebagai alat transaksi. Mulai dari membeli rokok bagi perokok yang terkadang mesti meminta tolong kepada anak kecil atau anak sendiri. Sebagai tradisi yang tidak baik dalam sisi pembelajaran. Kemudian membeli keperluan masak memasak bagi ibu rumah tangga yang menjadi pahlawan bagi keluarga. Mulai dari minyak goreng yang melonjak naik, gula, sabun, ikan, cabe, susu dan sayur bayam, toge, wortel. Kenaikan ini tidak sebaik kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan di lantai Bursa Efek Jakarta yang mendatangkan keuntungan bagi pemilik saham. Sedangkan bagi ibu-ibu ini menjadi sebuah ketidakberuntungan karna Indeks Harga Sabun dan Gula naik maka jumlah pilihan terbatas.
Uang sebagai alat transaksi memiliki gambar dua sisi yang saling melengkapi. Setiap lembaran mempunyai karakteristik yang membawa sebuah stata sosial bagi pengguna uang terutama sebagai alat transaksi. Ketika uang lima ratus rupiah seri kertas yang bergambar rumah adat pada satu sisi dan orang utan pada sisi lain menciptakan sebuah lelucon. Pak Si Molek ada pak? tanya Melek kepada bapak molek. Moleknya tidak ada dirumah, katanya ia pergi kekebun untuk mengambil buah rambutan yang lagi berbuah. Kalau begitu pak, biar saya menyusul si molek mengambil buah rambutan”. Dengan sekali balik maka di dapatlah molek lagi duduk santai di atas dahan sambil bergelayutan. Lelucon ini sering diganti dengan nama teman.
Kembali dengan semangat dan spirit kepahlawanan yang telah memberikan sesuatu yang berharga bagi penerus untuk memelihara jerih payah pahlawan. Salah satunya adalah menjadikan gambar pahlawan pada lembaran uang yang kita gunakan sehari-hari.
Pada lembaran uang Rp. 1.000,00 kita akan bertemu dengan senyum Kapitan Pattimura . Sedangkan pada lembaran uang Rp. 2.ooo,00 kita akan disapa oleh Pangeran Antasari. Dan pada lembaran uang Rp. 5.000,00 kita bertemu dengan Tuanku Imam Bonjol, sedangkan pada uang Rp. 10.000,00 kita bisa berbincang Sultan Mahmud Badaruddin II. Ketika bertemu dengan uang Rp. 20.000,00 kita bertemu dengan pahlawan Oto Iskandar di Nata. Namun ketika kita bertemu dengan uang Rp. 50.000,00 kita bisa mempelajari perjuangn I Gusti Ngurah Rai. Untuk uang tertinggi adalah lembaran Rp. 100.000,00 bergambar DR. Ir. Soekarno dan DR. H Mohammad Hatta sebagai proklamator kemerdekaan.
Manfaat dari penggunaan gambar pahlawan dalam lembaran uang memberikan pembelajaran tentang sejarah kepahlawanan untuk anak bangsa. Dengan gambar pahlawan memunculkan pesan yang terus menerus untuk kita melahirkan sejarah kepahlawan sendiri. Mengutip perkataan Jhon F Kennedy “Jangan tanya apa yang negara berikan kepadamu, namun apa yang telah engkau berikan kepada negaramu”.
Namun dalam keseharian ada sebuah budaya yang telah mengakar untuk tidak menghargai lembaran-lembaran uang berupa. Pertama, meremas uang seperti bola, ini sering dilakukan oleh anak-anak yang tidak mendapatkan pembelajaran tentang menghargai selembar uang. Kedua. Menstaples uang, sering dilakukan oleh para pedagang yang takut kehilangan lembaran uang. Akibatnya adalah kerusakan uang dan bentuknya yang terkadang koyak, namun tidak jarang juga para teller bank melakukan hal yang sama. Ketiga, mencoret lembaran uang. Berbagai tulisan numpang di lembaran uang, ada yang membuat kalimat puisi, ungkapan hati, nomor HP dan tidak sedikit ungkapan caci maki.
Namun coba kita bertanya sejauh mana kita mengenal secara jauh tentang pahlawan yang selalu memberikan sapa ketika menggunakan uang untuk melakukan transaksi sehari-hari?
Bagaimana perjuangan Otto Iskandar Di Natta, Tuanku Imam Bonjol yang mesti di buang ke Makassar dan meninggal disana? dan Bagaimana perjuangan Pangeran Antasari dan pahlawan lainnya. Pertanyaan ini semoga menggugah kita untuk mempunyai spirit kepahlawanan yang dibutuhkan negeri ini keluar dari bencana kebejatan moral dan perilaku tidak berpihak kepada kebenaran.
Sudahkah kita bertransaksi dengan uang hari ini dengan senyum pahlawan yang telah mengukir sejarah kebaikan dan kita menghargai jasa mereka dengan hal sederhana tanpa merusak lembaran?
Selamat hari pahlawan nasional
Uang sebagai alat transaksi memiliki gambar dua sisi yang saling melengkapi. Setiap lembaran mempunyai karakteristik yang membawa sebuah stata sosial bagi pengguna uang terutama sebagai alat transaksi. Ketika uang lima ratus rupiah seri kertas yang bergambar rumah adat pada satu sisi dan orang utan pada sisi lain menciptakan sebuah lelucon. Pak Si Molek ada pak? tanya Melek kepada bapak molek. Moleknya tidak ada dirumah, katanya ia pergi kekebun untuk mengambil buah rambutan yang lagi berbuah. Kalau begitu pak, biar saya menyusul si molek mengambil buah rambutan”. Dengan sekali balik maka di dapatlah molek lagi duduk santai di atas dahan sambil bergelayutan. Lelucon ini sering diganti dengan nama teman.
Kembali dengan semangat dan spirit kepahlawanan yang telah memberikan sesuatu yang berharga bagi penerus untuk memelihara jerih payah pahlawan. Salah satunya adalah menjadikan gambar pahlawan pada lembaran uang yang kita gunakan sehari-hari.
Pada lembaran uang Rp. 1.000,00 kita akan bertemu dengan senyum Kapitan Pattimura . Sedangkan pada lembaran uang Rp. 2.ooo,00 kita akan disapa oleh Pangeran Antasari. Dan pada lembaran uang Rp. 5.000,00 kita bertemu dengan Tuanku Imam Bonjol, sedangkan pada uang Rp. 10.000,00 kita bisa berbincang Sultan Mahmud Badaruddin II. Ketika bertemu dengan uang Rp. 20.000,00 kita bertemu dengan pahlawan Oto Iskandar di Nata. Namun ketika kita bertemu dengan uang Rp. 50.000,00 kita bisa mempelajari perjuangn I Gusti Ngurah Rai. Untuk uang tertinggi adalah lembaran Rp. 100.000,00 bergambar DR. Ir. Soekarno dan DR. H Mohammad Hatta sebagai proklamator kemerdekaan.
Manfaat dari penggunaan gambar pahlawan dalam lembaran uang memberikan pembelajaran tentang sejarah kepahlawanan untuk anak bangsa. Dengan gambar pahlawan memunculkan pesan yang terus menerus untuk kita melahirkan sejarah kepahlawan sendiri. Mengutip perkataan Jhon F Kennedy “Jangan tanya apa yang negara berikan kepadamu, namun apa yang telah engkau berikan kepada negaramu”.
Namun dalam keseharian ada sebuah budaya yang telah mengakar untuk tidak menghargai lembaran-lembaran uang berupa. Pertama, meremas uang seperti bola, ini sering dilakukan oleh anak-anak yang tidak mendapatkan pembelajaran tentang menghargai selembar uang. Kedua. Menstaples uang, sering dilakukan oleh para pedagang yang takut kehilangan lembaran uang. Akibatnya adalah kerusakan uang dan bentuknya yang terkadang koyak, namun tidak jarang juga para teller bank melakukan hal yang sama. Ketiga, mencoret lembaran uang. Berbagai tulisan numpang di lembaran uang, ada yang membuat kalimat puisi, ungkapan hati, nomor HP dan tidak sedikit ungkapan caci maki.
Namun coba kita bertanya sejauh mana kita mengenal secara jauh tentang pahlawan yang selalu memberikan sapa ketika menggunakan uang untuk melakukan transaksi sehari-hari?
Bagaimana perjuangan Otto Iskandar Di Natta, Tuanku Imam Bonjol yang mesti di buang ke Makassar dan meninggal disana? dan Bagaimana perjuangan Pangeran Antasari dan pahlawan lainnya. Pertanyaan ini semoga menggugah kita untuk mempunyai spirit kepahlawanan yang dibutuhkan negeri ini keluar dari bencana kebejatan moral dan perilaku tidak berpihak kepada kebenaran.
Sudahkah kita bertransaksi dengan uang hari ini dengan senyum pahlawan yang telah mengukir sejarah kebaikan dan kita menghargai jasa mereka dengan hal sederhana tanpa merusak lembaran?
Selamat hari pahlawan nasional